Skip to main content

Lalu Kau Pergi

sumber gambar

Lalu aku pergi seperti kapal yang tak pernah kau temukan.*

Ternyata begini rasanya ditinggalkan seseorang yang pernah begitu berarti dalam hati. Rasanya kosong dan bingung berbuat apa. Siang ini aku mendapatkan kabar duka mengenaimu. Aku masih terpaku memandangi kabar di layar ponselku. Tak percaya. Kamu...pergi?

Kamu ingat kita pernah digosipkan oleh satu angkatan, nggak? Seringkali kita dijodoh-jodohkan dengan ledekan pak ustaz dan ibu ustazah. Kalau sudah begitu, aku salah tingkah sendiri. Aku tak tahu kamu bagaimana karena aku tak pernah berani memandangi wajahmu secara langsung. Wajah yang otomatis kamu palingkan tatkala kita berpapasan. Menjaga pandangan, kata orang-orang. Jarang kutemukan lelaki seperti itu. Aku kagum sekali padamu dulu. Kamu laki-laki pertama yang kutaksir setelah aku berhijrah menuju sosok muslimah yang lebih baik. Kamu yang sering tidak hadir di kelas karena sakit, kamu yang pendiam, kamu yang mengorbankan waktu untuk dakwah, kamu yang sering menulis topik serius, kamu yang begitu. Begitu saja dan aku suka. Dulu.

"Aktivis dakwah, kok, galau," sindirmu dalam sebuah tweet yang tertuju padaku.
"Dakwah itu dari yang dekat saja dulu, baru yang jauh," komentarmu tatkala aku memutuskan bergabung dengan lembaga dakwah tingkat universitas alih-alih fakultas. Apa, sih, orang ini, pikirku. Namun, tetap saja, kamu dan sikap nyinyirmu berhasil mencuri perhatianku. Lucu sekali bagiku mengenang hari-hari itu.

Aku minta maaf belum sempat bertemu denganmu sejak kamu masuk rumah sakit. Maafkan aku yang terlambat lima menit untuk sampai ke ruanganmu hingga aku tak diizinkan membesuk. Maafkan aku pula yang tak bisa melihatmu sebelum kamu diantar ke peristirahatan terakhir. Maafkan aku, ya.

Teriring doa untukmu dariku, semoga segala kebaikanmu dihitung pahala di sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Aamiin. Semoga bahagia di surga, ya. Akhirnya sudah lepas segala sakit yang kamu tahan selama ini.

Lalu kau pergi seperti kapal yang tak pernah kutemukan.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

(*) musik dari Gardika Gigih Pradipta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun