Skip to main content

Dear kamu, aku benar rindu

Dear lelaki yang terpaut puluhan kilometer dari tempatku berbaring saat ini,

aku rindu, dear. Sangat rindu. Aku lagi memutar lagu "Rindu Hujan" karya Gardika Gigih Pradipta dan seketika teringat kamu. Dear, dua hari belakangan aku baca novel bertema pernikahan. Ada satu klausa favoritku yang dilontarkan Ale pada Anya, yakni "Anya-nya aku". Aku juga ingin bilang "Hai, kamunya Nanad," atau "Kamunya aku," langsung ke kamu. Kata Ika Natassa, jikalau kita sudah sampai berkhayal dia menjadi pasangan masa depan kita, menjadi orang tua dari anak-anak kita, dan menjadi bagian dari hidup kita di masa depan, itu artinya kita benar-benar serius menginginkan dia. Aku ini serius, dear. Khayalanku sudah melampaui apa yang kita lalui. Setiap aku berbicara soal pernikahan, soal pretelan upacaranya, soal anak, soal siapa yang akan menemani malam-malamku belajar, soal siapa yang mengingatkan kesalahan-kesalahanku dan memuji kelebihan-kelebihanku, aku terbayang akan diri kamu. Betapa besar dorongan alam bawah sadarku untuk mengingatmu, bahkan mengundangmu menyusup ke mimpi-mimpiku. Dear, aku belum bisa apa-apa. Aku tidak bisa menjanjikan yang indah-indah untuk kamu di masa depan, tetapi aku janji akan terus berusaha menyenangkan hatimu dan menjadi peneduh bagimu setelah dirimu berkutat begitu sibuk di luar sana.

Air mataku menetes. Sebentar, aku hapus dulu. Nanti aku tidak bisa cerita kalau bibirku bergetar karena sesenggukan. Nah, sudah.

Dear, aku tidak tahu perasaan ini berlangsung seberapa lama. Apakah akan seketika berakhir apabila kamu mengabariku punya gandengan baru, entah untuk sementara atau selamanya? Aku tidak bisa menjanjikan terus menjaga perasaan untuk kamu walaupun aku inginnya begitu. Allah Maha Membolak-balikkan Hati, kamu pasti tahu konsep ini. Selama Allah belum membalikkan hatiku atasmu, semoga perasaan itu masih terjunjung tinggi. Selama Allah menganggap kamu yang terbaik untuk bersamaku, semoga ini akan terus berlanjut hingga memberi senyum bahagia di bibir kita berdua.

Dear, aku rindu kamu seperti merindukan hujan di musim angin muson barat. Aku tahu hujan akan datang besok-besoknya, tetapi rindu lekas sekali berkelebat. Bedanya dear, aku tidak tahu apakah kamu juga akan datang besok dan besoknya lagi di hari-hariku. Di tengah ketidakpastian itu, aku merindukanmu, selalu, di setiap waktuku.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...