Skip to main content

Menjadi Temanmu

Menjadi temanmu selama ini, tentu saja aku menikmatinya. Menjadi tempatmu menuangkan segala rasa. Hanya saja, aku sedikit dibuat bingung olehmu.

Aku ingat ketika kita bertukar cerita mengenai pemuda idaman kita masing-masing. Kau dengan hebohnya bercerita mengenai "perkenalan" yang sedang kau jalani. Aku lalu memberimu saran-saran yang belum pernah kuterapkan sendiri. Aku sekadar membacanya di buku-buku pernikahan yang duluan kulahap daripadamu. Aku memberimu nasihat yang kudapatkan di kajan-kajian pernikahan. Kita berdua juga pernah menghadiri kajian pernikahan bersama, bukan? Iya, aku ingat masa-masa itu. Perlahan, aku mulai menganggapmu sahabat baruku.

Kini, masihkah kau di sana, berdiri tegak menjadi sahabatku?

Aku juga ingat ketika kau memutuskan untuk memasuki ranah yang benar-benar baru. Kau menggeluti dunia itu dengan ketekunan yang luar biasa. Sekali waktu, kutemukan sinar keletihan yang kau pancarkan, tetapi kau mengaku baik-baik saja. Sebagai sahabat, aku mendukung segala kegiatanmu walaupun hal itu membuatku sedikit kehilanganmu. 

Puncaknya, aku dan kau meninggalkan satu organisasi yang sempat membuat kita dekat. Kau tetap bersibuk-sibuk ria dengan organisasi barumu dan aku pun begitu. Kau tenggelam dengan kesibukan yang mencekik, aku pun juga. Kau temukan kawan-kawan baru, aku pun sama. Barulah aku tersadar, kau semakin jauh dari jangkauanku. Aku tak lagi menjadi pelabuhan pertama kisah-kisahmu. Dugaanku, kau menemukan teman cerita yang jauh lebih asyik daripadaku. Entahlah, aku hanya bisa diam tergugu melihat kejadian yang satu per satu berlalu.

Aku melihatmu bertransformasi menjadi seseorang yang berbeda. Bukan lagi sebagai sosok yang kukenali. Asing, betapa asingnya! Tak ada yang bisa kulakukan selain menjalani keterasingan ini. Tak ada hal yang bisa kuubah. Bila memang begini lika-liku perkawanan kita, biarkanlah berjalan begitu saja. Akan tetapi, ada satu yang harus kau tahu, aku diam-diam kehilanganmu. Tanpa tahu apakah kau juga kehilanganku atau tidak. 

Perkenalan itu pun terhenti. Aku terhenyak, lebih-lebih kau. Aku jadi sungkan bercerita perkembangan cerita cintaku. Ini bukan saat yang tepat untuk berbagi kebahagiaan. Aku seharusnya simpati, bukan begitu? Kau semakin menarik diri dari keramaian. Barangkali itu dampak dari hati yang luka. Seiring dengan kabar buruk ini, aku tahu bahwa aku kehilangan satu lagi alasan untuk bercengkrama denganmu.

Perasaan terkadang tak bisa ditahan-tahan. Aku rindu bertukar kisah cinta denganmu. Lantas, segera kuungkapkan segala cerita yang terpendam padamu. Responsmu sungguh jauh dari yang kuharapkan. Dingin sekali. Kau sarankan aku untuk bersikap realistis dan tidak mudah tenggelam dalam kembang bunga palsu. Aku...terdiam mendengar nasihatmu. Yah, mungkin ini masih ada hubungannya dengan patah hatimu. 

Beberapa kali aku mencoba bercerita dan tak terhitung berapa kali aku kau diamkan. Aku mulai merasa cerita remeh-temeh semacam ini tak lagi masuk dalam prioritas mata dan telingamu. Kau baca curhatanku, tetapi kau diamkan. Kau dengarkan ceritaku sepintas lalu, kemudian kau diamkan. Aku mulai merasa tak ada gunanya bercerita hal-hal semacam ini lagi padamu. Aku menyerah.

Akan tetapi, aku tak beranjak pergi. Aku masih siap sedia mendengarkan ceritamu kapan pun kau butuh. Karena aku tahu, kau tak benar-benar bermaksud meninggalkanku. Kau hanya...sibuk. Itu saja. Rutinitas memang musuh bagi dunia perkawanan. Jadi, kapan pun kau merasa perlu, datanglah. Akan kusambut kau dengan segala nostalgia yang kita (pernah) punya.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun