Skip to main content

Sakit

Lagi nggak puasa, lemas, dan gemetaran. Baru bangun tidur dan kepala masih migren sejak siang. Aku makan satu butir Mylanta karena asam lambung juga naik. Baru makan beberapa suap, migrennya tambah parah bahkan lambung bersikeras ingin mengeluarkan makanan yang baru ditelan. Ya ampun, aku cuma terlambat makan siang...

Bunda, Nad mual banget. Bingung. Nggak pengin makan, tetapi lapar, Bunda. Ah, jadi ingat perkataannya Bunda dulu, "Makan."
"Nggak mau. Mual banget, mau muntah."
"Makan dulu, kamu belum makan daritadi."
"Iya, tapi eneg..."
"Ya gimana, perut mesti diisi. Kamu harus sugesti untuk nggak muntah. Gimana mau sehat kalau kamu sugesti sakit terus?"
Iya, Bunda. Ini Nad juga lagi sugestiin diri sendiri supaya bisa nahan rasa mual. Sambil nangis. Nad cengeng banget, ya? Ah, habisnya bingung mesti manja ke siapa kalau sendirian...
Fir, kakak kangen banget kamu suapin pas kakak lagi sakit. Terus kamu main boneka untuk menghibur kakak. Kamu yang setia banget nemenin kakak saat kakak minta tolong diambilkan ini-itu. Fir, kakak kangen banget. 
Yah, Nad kangen Ayah yang tiap pagi dan malam ngecek suhu tubuh dengan naruh punggung tangan di kening Nad dan bilang, "Nggak panas, kok." Hahaha, Nad tahu itu hiburanmu saja agar Bunda dan Nad tak terlalu khawatir. Kalau benar-benar parah, kau lalu mengantar Nad ke dokter. Nad juga ingat gimana kau menggendong Nad ke kamar bila Nad tertidur di sofa ruang keluarga.
Bun, Nad kangen sugesti-sugesti yang kau berikan dulu. Kangen dititipkan sama Mbak di rumah karena kamu mesti bekerja, tetapi tidak pernah lupa menelepon ke rumah dan menanyakan kabar Nad di waktu senggangmu.

Kangen kalian banget. Aku pengin pulang, Ya Allah. Ini sakit karena homesick apa, ya. Homesick kelas kakap.  Eh, tiba-tiba kepikiran sama lelaki masa depan. Sanggup nggak, ya, dia merawat aku di kala sakit seperti keluargaku merawatku? Rela nggak, ya, dia nikah sama orang yang sakit-sakitan kayak aku? Gimana kalau sebagian besar gajinya dihabiskan untuk obat dan biaya dokter nanti? Aku skoliosis, aku mata minus, aku punya mag, aku... banyak, deh. Pasti ada lelaki yang menerima segala kurang dan lebihku, bukan? Kalau begitu, aku tak perlu berlelah-lelah memikirkannya. :)

Kangen,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun