Skip to main content

Puisi

Siang tadi aku mengunjungi Sun Plaza Medan. Tujuan utamaku adalah mengecek ketersediaan buku Fahd Pahdepie. Ah, rupanya buku dia belum sampai ke Medan. Enggan pulang dengan tangan kosong, kuraih kumpulan puisi Melihat Api Bekerja karya Aan Mansyur. Aku tergila-gila dengan penulis satu ini setelah kubaca buku terbarunya berjudul Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi. Puisi, kubutuhkan ia untuk mengisi jiwa sastrawiku. 

Sejauh pembacaanku, ada satu puisi yang membuat aku larut. Judulnya "Menjadi Tamu". Berikut inilah cuplikannya.

Aku akan datang ke rumahmu.
memegang semua benda yang
baru kauletakkan. Aku ingin
merasakan tanganmu ketika kau
sendiri atau tidak ada.

Aku akan menuliskan daftar
benda-benda yang menutup
matamu ketika menyebutkan
nama mereka. Saat sendiri, aku
mengucapkan dan mengecupkan
nama-nama itu agar mimpiku bisa
tertidur.

Aku akan masuk ke kamarmu,
berbaring di tempat tidurmu
hingga kamarmu berubah jadi
kamar kita. Atau menunggu di
beranda sambil mendengar lagu-
lagu cinta dari radio tetangga.

Aku akan menemanimu menanam
sayur-sayuran di halaman belakang
sembari membayangkan di pipiku
tumbuh bulu-buku yang akan
menggelikan pipimu.

Aku akan mengambil dua foto
setiap hari dan merangkai mereka
jadi film. Barang-barang yang
pernah kaugenggam. Ranjangmu.
Cabang-cabang dan kembang
sayurmu, atau cambang di pipiku.
Akan kumasukkan juga tembang-
tembang yang menemaniku
menunggu di beranda.

(Aan Mansyur)

Aku menyukai puisi ini karena ia menerbitkan kupu-kupu di hatiku. Kubayangkan suatu waktu kau datang berkunjung ke rumahku, seperti bait pertama. Saat kau berusaha mengenal diriku, seperti bait kedua. Pun saat kau dan aku menjadi satu dan manunggal laiknya Habibie Ainun, seperti baik ketiga. Kubayangkan kau memelukku mesra ketika aku bergelut di dapur demi menyiapkan makan malam kita. Kubayangkan pula usahamu merekam jejak kehidupan kita melalui potret yang kau ambil dan kumpulkan diam-diam. Bagaimana menurutmu? Apakah puisi satu ini juga menggambarkan perasaanmu? Kurasa akan lebih kena hatimu karena tokoh puisi ini adalah lelaki.

Barangkali ada hal yang ingin kau ketahui tentang kesukaanku, kini kusebutkan satu: puisi. Bacakanlah satu untukku di malam-malam panjang kita. Bacakan ia ketika hidup kita terasa rumit. Bacakan ia ketika cinta menghambar dan mengarah pahit. Bacakan ia ketika kau ingin melihat pipiku merona dan mataku berbinar penuh cinta.

Adakah akan-akan mengenaiku yang sedang kausiapkan di dalam hatimu?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun