Skip to main content

Liburan Medan 2015

Liburanku ke Medan sungguh singkat sekali. Tak terasa besok daku harus kembali ke tanah rantau. Kembali menghadapi kewajiban yang belum tuntas. Dalam liburan dua belas hari ini, aku tak mengunjungi banyak tempat seperti tahun lalu. Aku bahkan tak ke Galeri Rahmat--museum margasatwa yang rutin kukunjungi tiap ke sini.

Hal yang berbeda dari liburan tahun-tahun lalu adalah fokusku. Bila kemarin fokusku ke tempat wisata, kali ini aku berfokus kepada pengenalan keluarga. Bukan, bukan dua keluarga. Perjalanan ke sana masih jauuuuuh. :v
 
Aku mulai mengenal hubungan kerabat uwo, nenek, om, dan tante yang kukunjungi. Setidaknya, aku tahu ada keluargaku di Jabodetabek dan sekitaran Sumatera. Setidaknya, aku tahu rumah gadang keluarga nenekku dahulu benar-benar gadang. Setidaknya, aku tahu penggunaan panggilan mak tuo, pak tuo, om, dan tante. Setidaknya, aku tahu sistem kekerabatan orang Minang benar-benar erat, dimulai dari satu kampung, satu rumah gadang, satu mamak, dan lain-lain. Setidaknya, aku tahu aku punya marga Minang. Wah, banyak sekali hal yang bisa kupelajari. Not to mention, aku belajar dekat dengan anak-anak.

Ah, tetapi targetku tak tercapai, nih. Belajar masak. Boro-boro masak, aku ngerepotin orang aja bisanya. Wakaka, inilah anak kuliahan. Terbebas dari tanah rantau, inginnya bermalas-malasan sepanjang hari. Maunya dimanja. Maunya jalan-jalan. Waduh, maaf kepada om dan tante yang merasa direpotin. Nggak, kan? Aku, kan, hiburan. :p  

Terima kasih, Nenek, Om, Tante, dan krucil-krucilku. Makasih udah ngajak Nad nostalgia ke Es Krim Ria, nraktir Martabak Mesir, nemenin ke Istana Maimun dan Masjid Raya, ngebeliin kerudung, nraktir makan siang sekaligus nemenin jalan-jalan di Centre Point, ngenalin aku ke Ummi Ihsan (si penulis buku itu), ngeboyong aku ke Lippo Plaza untuk makan es krim Fountain dan berfoto-foto, ngebeliin air tebu, nyuguhin masakan kesukaanku serupa rendang dan roti jala, ngajarin aku main sepak bola di PS 2, nraktir roti tisu, ngasih pengalaman salat Id yang super-terlambat (haha!), nanyain perihal jodoh (yang akhirnya buat aku kepancing dengan menceritakan kamu), ngasih angpau lebaran, serta utama dan terutama: terima kasih sudah mengajakku silaturahmi ke keluarga besar kita. ♡

Inilah dua belas hari yang mengesankan. Semoga lebaran tahun depan kita semua bisa berjumpa lagi. InsyaaAllah, kali ini akan kuajak serta Ayah, Bunda, dan Fira bersama! Semoga mereka mau. :)


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun