Skip to main content

Cahaya, An-Nuur

"Tak perlu ada adegan saling tunggu, bukan? Yang perlu kita lakukan hanyalah belajar saling melepaskan." (Kang Abay)
"Kau tahu? Kau hanya terlalu khawatir akan masa depan. Apalagi perihal jodoh yang tak kita ketahui tanda-tandanya. Percayalah, Allah punya rencana terbaik. Jangan kau ragukan rencana-Nya." (Dey)

Teman,
Hari ini aku bertemu seseorang. Kami mengobrol lama sekali. Ia sejurusan denganku, tetapi berasal dari universitas lain. Ia punya rencana studi yang mirip denganku yakni melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang doktor. Kami berbincang mengenai universitas impian, spesifikasi jurusan, keadaan kampus, dan semacamnya. Tak butuh waktu lama untuk mengidentifikasi lingkup pergaulan pria ini. Ia satu lingkaran denganku. Akademisi, boleh kau katakan.

Memang mudah kecenderungan merayap ke permukaan apabila kita temukan hal-hal yang serupa. Sebentar, kau sangka aku jatuh cinta padanya? Tidak, terlalu dini bila kukatakan aku menyukainya. Aku sekadar bahagia karena mendapat kawan baru. Panggil ia kawan diskusi yang hilang. Sebabnya tak kutemukan kawan diskusi seperti ia di kampus kuning. Aku sok tahu sekali, ya, padahal tadi baru kali pertama bertukar sapa.

Kecenderungan mudah merayap apabila kita temukan hal-hal yang serupa. Apa yang mengikatku padamu? Ah ya, kurasa itu. Akan tetapi, dua hari lalu temanku bercerita mengenai kawannya. Kawan temanku ternyata mirip dengan kau. Akhirnya kusadari, tipe macam kau tak hanya satu. Lingkup pergaulanku saja yang sempit dan hanya mengenal dikau.

Dalam langkah pulangku, aku memikirkan banyak hal. Kau, dia, impian-impianku, probabilitas masa depan, dan lain-lain. Semua begitu rumitnya hingga ada air mata yang terdesak keluar. Aku mencintaimu, masih utuh hingga kini. Aku mencintaimu walaupun aku tahu ada kemungkinan untuk menyesuaikan ulang mimpi besarku. Aku tahu risiko dari mencintaimu. Ini salah satunya. Aku bingung menghadapi keinginan-keinginanku. Apakah kau tahu, memiliki keluarga akademisi adalah impianku sejak awal mula perkuliahan. Aku ingin memiliki kawan diskusi setiap pagi dan sore, aku menginginkan seseorang yang memahami dan mendukung segala aktivitasku, aku ingin membuat suatu karya bersama, aku ingin kita tenggelam dalam lembar jawaban murid didik kita berdua. 

Berbincang dengannya membuatku membuang jauh suara hatiku. I don't want to adjust my dream just for being with you. Semua akan terasa lebih mudah bila aku berpasangan dengan seseorang yang jelas sevisi dan semisi. Seseorang yang bisa mengajakku menjalani mimpi bersama. Perlahan, bayangmu pupus dan hilang seutuhnya dari khayalan idealku. Tak ada kau di sana. Tak ada kau di masa depanku. Apakah memang bukan kau?

Kubolak-balik lembar mushaf satu-satunya yang kutemukan di Masjid UI dengan gelisah.
Allah, please talk to me.
Tangan dan tatapanku terhenti di surat An-Nuur ayat 31, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...'"
Terus berlanjut hingga ke ayat 32, "'Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.'"

Semuanya berputar di menjaga kesucian, bukan? Jaga izzah, jaga iffah. Jaga pandangan. Sigh. Sesak rasanya. Aku menangis sampai lelah. Sampai lepas semua keraguan. Sampai luruh segala dan beralih pasrah. Jika memang yang ini bukan untukku, I'm ready to start all over again. Nggak apa-apa dari awal lagi. Nggak apa-apa move on lagi. Bukankah jatuh cinta selalu indah? Proses bangkit dan melupakan saja yang pedih tak terkira. Akan tetapi, rasa sakit itu hanya sementara, bukan?

UI atau bukan UI
Sastra atau bukan sastra
Kau atau bukan kau
Selama ia jodoh yang didatangkan Allah untukku
Kuterima saja dengan sepenuh hati
Aku tahu, aku yakin, tangan-tangan Allah sudah merencanakan semuanya
Andaikata aku tak jadi menggapai mimpi sesuai rencana awalku
Pasti ada substitusi mimpi dari-Nya yang jauh lebih sempurna
Atau mungkin mimpiku ditunda untuk beberapa tahun
Demi membuahkan hasil yang tak kuduga-duga
Pasti ada jalan, pasti ada pintu untuk mengaktualisasi diri
I'm ready to start all over again...

"Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (An-Nuur: 35)
Allah, please guide me. Show me the straight path.

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun