Skip to main content

Penuh Pernikahan

Halo! Assalamualaikum.

Hari ini pikiranku berat rasanya. Terlalu banyak kabar dan peristiwa untuk kucerna. Pertama, aku berjumpa dengan seorang sahabat dan bertukar cerita. Kami membahas film Adriana dan video Cinta Subuh 2. Aku mengungkapkan kekagumanku pada film tersebut. Dengan polosnya, aku berujar, "Aku mau suatu saat nanti pemuda yang kutaksir berkunjung ke rumah. Aku yang membuka pintu dan dia berkata ingin bertemu orang tuaku. Surprise, surprise!" Sahabatku itu hanya tertawa dan menanggapi, "Mana mungkin dia datang tanpa bilang-bilang. Pasti dia akan memastikan keluargamu ada di rumah atau tidak. Percuma datang dari jauh kalau kalian pergi." Aku manggut-manggut. Oh iya, ya. Hahaha betapa konyolnya khayalanku.

Kami berpisah pukul 15.15. Aku melanjutkan perjalanan ke MUI, hendak menghadiri kajian UI Menghapal. Sebelumnya, aku salat Asar terlebih dahulu. Di sampingku ada seorang ibu muda bersama anak balitanya. Anaknya dipakaikan gamis dan kerudung berwarna senada. Oh, menggemaskan sekali! Si anak bermain kipas angin, berjalan ke sana kemari, dan membuka-buka tirai masjid sembari memanggil ayahnya. "Buya! Buya!"
"Iya, Sayang, Buya mau ceramah dulu," kata sang ibu.
"Buyaaa!"
"Kita lihat dari sini saja, ya." timpal ibunya kemudian.
Belakangan aku tahu, mereka keluarga dari Pak Ustaz yang akan membawakan kajian hari ini. OMG. Tatapanku tak lepas dari anak kecil itu. Memerhatikan gerak-geriknya yang menggemaskan. Ia yang selalu memanggil ayahnya dan membuka-tutup tirai masjid demi melihat sang ayah. Hadeeeh, kok kamu lucu, sih, Nak? Jujur, hatiku mengembang melihat ibu-anak tersebut. Entahlah. Mungkinkah aku juga mau?

Kajian hari ini bagus, sayangnya tidak terlalu ramai. Kajiannya berlangsung sampai 17.30. MC kajian mengimbau pengunjung masjid agar segera berwudu dan bergerak ke selasar selatan karena ada makanan yang telah disediakan. Huaaa, ini pengalaman pertamaku buka puasa ramai-ramai di MUI. Di selasar, aku bertemu kak Soraya, Piank, Bella, Ella, dan Lala. Wah, nyaris anak FIB semua, nih. Setelah melepas kangen sejenak, Bella berkata, "Nad, sudah dengar kabar belum?" 
"Belum, kabar apa memangnya?" tanyaku. 
"Aku udah nikah, Nad," jawabnya dengan senyum terkulum. 
"HAH? HAH? SERIUSAN? Kok aku nggak tahu, Bel?" tanyaku beruntun. 
"Iya, Nad, tuh lihat aja cincinnya," temanku menimpali. 
"Kapan?" 
"Baru aja Senin minggu lalu." 
"MasyaaAllah, barakallah, Bel! Bentar, aku masih syok. Hahahah."

Baru saja dipertemukan dengan ibu-anak idaman, eh sekarang dapat kabar pernikahan teman. Buka puasa kali ini diwarnai cerita-cerita walimahan teman yang dilangsungkan di Palangkaraya. Pantas saja ia tidak sempat mengundang kami semua. Lagipula katanya, pernikahan kemarin mendadak sekali. Bayangkan, jarak dari taaruf hingga pernikahan hanya dua minggu! Omaigat. Kata salah seorang kawanku, status jomblo berganti hanya dalam kurun waktu dua minggu. Gila. Temanku luar biasa sekali. Perbincangan kami terputus azan Magrib. Aku membawa mukena, tetapi tidak ikut salat berjamaah. Tas kutitipkan di temanku karena aku hendak wudu. Eh, ternyata pas aku kembali, salat sudah dimulai dan aku tidak menemukan keberadaan temanku. Jadilah, kutunggu dulu salat jamaah hingga selesai. Tak dinyana, aku bertemu kak Rasyi! Kyaaaa, senang. Ia mengajakku salat berjamaah. Sesudahnya, kami bercerita seputar IELTS dan mimpi berkuliah di Inggris. Kak Rasyi, semoga mimpimu ke Birmingham tercapai, ya. Semoga mimpiku ke Oxford juga tercapai. Ketemu di PPI UK ya, kak! Aamiin. 

Selesai salat, aku kembali menghampiri kak Soraya--kawan yang kutitipkan tas tadi. Aku hendak pamit pulang. Ia mengikutiku keluar, katanya ia mau membeli satu buku di toko buku MUI. Okelah. Buku yang dia beli berjudul Male Brain. Seputar pemikiran laki-laki, mungkin? Aku tak yakin. 
"Kak, tumben beli buku beginian."
"Iya. Persiapan."'
"Hah, persiapan apaan? Bukannya selama ini kau selalu skeptis dengan pernikahan?"
"Haha, nggak tahu, deh. Merasa sudah waktunya aja mempersiapkan diri."

O...KE. Aku lagi-lagi dibuat syok. Ada apa, sih, hari ini? Kok, berbau pernikahan dan keluarga semua? Tiba-tiba saja sosok kakak yang kukenal cuek berpikiran soal pernikahan. SubhanAllah. Tak sanggup menahan rasa syok seorang diri, tiba-tiba saja ceritaku mengalir. Aku curhat di depan toko buku. Di pelataran masjid ketika orang berlalu-lalang. Aku memang tak mengenal waktu dan tempat ketika ingin curhat. Ada kali sekitar lima belas menit aku bercerita. Kak Soraya menyimak dengan baik dan sesekali menanggapi, "Nah, tuh tahu."

"Kak, aku suka sama dia. Suka banget, tetapi aku kurang sreg sama sikapnya. Aku mau imam yang blablabla."
"Nah, tuh tahu."
"Sudahi saja, sih. Kalau siap, kau yang utarakan duluan."
"Hah? Nggak! Kau tahu aku belum siap dan belum dapat izin."
"Nah, tuh tahu."
"Tapi...aku maunya sama dia."
"Gini, deh. Kalau kamu siap, lanjut. Kasih tahu aja orangnya. Kalau kamu nggak siap, tinggalkan saja. Daripada merasa terombang-ambing terus."
"Yah... ya sudah, deh. Kau benar. Huaaaaaa, doakan aku, kakak!"

Begitulah. Percakapan malam ini diakhiri dengan curhat habis-habisan. Cukup sudah menyoal pernikahan. Allah, kalau mau mengagetkanku, jangan bertubi-tubi begini, dong... Jantungku tak kuat.

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun